Jumat, 15 Mei 2009

Kelapa sawit

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Kelapa sawit
Kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis)
Kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae
Genus: Elaeis
Jacq.
Species

Elaeis guineensis
Elaeis oleifera


Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009 Indonesia akan menempati posisi pertama.

Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi.

African Oil Palm (Elaeis guineensis)

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Pemerian botani

Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.

Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.

Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.

Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.

Buah terdiri dari tiga lapisan:

  • Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
  • Mesoskarp, serabut buah
  • Endoskarp, cangkang pelindung inti

Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi.

Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).

Syarat hidup

Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.

Tipe kelapa sawit

Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera. Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang. E. oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.

Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari

  • Dura,
  • Pisifera, dan
  • Tenera.

Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%.

Untuk pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.

[sunting] Hasil tanaman

Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin, sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keuunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.

Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.

Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.

Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.

[sunting] Sejarah perkebunan kelapa sawit

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura".

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911.

Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.[2]

Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).

Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.

Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika.

Catatan kaki

Ketika Sertifikasi RSPO untuk petani kecil menjerat petani plasma mandiri[1] dalam kontrak kemitraan seumur hidup.

Ditulis oleh : Rukaiyah Rofiq[2]

Ketika RSPO menjadi satu harapan

Forum RSPO dengan mulus mampu melahirkan standar-standar yang harus dipatuhi oleh anggotanya, tapi tidak semulus implementasinya dilapangan. Konflik sosial dan persoalan lingkungan sedikit banyak telah mengganggu proses implementasi standar-standar tersebut. Sehingga kemudian banyak pihak terutama organisasi masyarakat sipil memakai instrumen ini agar pihak perusahaan yang masuk dalam anggota forum RSPO bisa segera melakukan negoisasi-negoisasi yang adil dan transparan dengan mengedepankan prinsip Free Prior and Imformed Consent/FPIC dengan masyarakat yang selama ini terkena dampak lansung dan tidak lansung oleh aktifitas perkebunan dan industri kelapa sawit. Dibeberapa daerah kemudian terlihat sedikit efektif, indikator yang dilihat adalah, jika selama ini tidak terjadi negoisasi yang baik antara pihak perusahaan dengan masyarakat, tapi dengan desakan pasar akan minyak sawit yang dihasilkan dari praktek-praktek terbaik, negoisasi kemudian terbuka lebar walau belum bisa dinyatakan berhasil menjawab persoalan hilangnya hak adat dan hak ulayat masyarakat.

Jika satu sisi, RSPO menjadi harapan bagi petani dan masyarakat lokal untuk mendorong praktek terbaik dalam menghasilkan minyak sawit, sisi lain RSPO juga membuka harapan baru bagi petani kelapa sawit yang mengolah kebunnya secara mandiri, dimana ruangnya adalah petani bisa kemudian menggunakan P&C sebagai jalan untuk memperbaiki produktifitas kebunnya agar hasilnya bisa menyamai produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Ada masalah terkait dengan produktifitas, memang P&C RSPO untuk petani mandiri tidak menjangkau hal-hal yang dialami petani kelapa sawit saat ini, dimana harga pupuk (input) untuk kebun petani tidak bisa didapat dengan harga yang terjangkau dan bahkan dalam banyak tempat tak jarang petani kelapa sawit tidak memupuk kebunnya karena pupuk langka dipasaran. Tapi sertifikasi RSPO dalam konteks lebih luas, memberikan ruang bagi petani kelapa sawit mandiri untuk memperbaiki posisi tawar mereka melalui pencatatan dan pendokumentasian yang baik melalui sistem sertifikasi RSPO. Karena secara sederhana, P&C RSPO untuk petani kelapa sawit mandiri bisa diartikan sebagai proses pencatatan dan pendokumentasian secara menyeluruh atas kebun petani mandiri.

Harapan juga bagi petani plasma yang masih dalam kontrak kredit dengan perusahaan inti, dimana P&C RSPO mensyaratkan agar pihak inti lebih memperhatikan plasma. Artinya jika selama ini antara kewajiban inti sebagai pengayom petani plasma dan hak petani plasma selalu diabaikan apalagi dalam hal pemberian harga yang layak bagi petani atas produk mereka. Juga kewajiba-kewajiban inti untuk terus melakukan asistensi dan pemberdayaan atas petani plasma selama dalam proses kontrak kredit juga tidak sepenuhnya dilaksanakan. P&C RSPO untuk petani plasma justru diharapkan bisa membuka ruang me-resolusi persoalan kemitraan yang tidak adil yang selama ini terjadi.

Tapi apakah sertifikasi RSPO juga menjadi hararapan bagi petani plasma mandiri yang sudah tidak lagi terikat kontrak kredit dengan pihak perusahaan?

Sertifikasi RSPO bagi petani plasma mandiri; harapan yang mengancam

Dalam Prinsip dan Kriteria RSPO untuk petani kelapa sawit, petani plasma hanya satu katagori saja, dimana petani plasma yang masih punya kontrak kredit dengan perusahaan inti disamakan statusnya dengan petani plasma yang sudah habis masa kontrak kreditnya (petani plasma mandiri). Menurut kami (yayasan SETARA) bahwa harus ada perbedaan bagi petani plasma yang masih dalam kontrak kemitraan dengan petani plasma yang sudah tidak lagi terikat dalam kontrak kemitraan. Petani yang sudah tidak lagi terikat dalam kontrak kemitraan hendaknya masuk dalam kategori petani plasma mandiri, karena pasca kredit selesai petani tersebut tidak lagi punya hak untuk meminta tanggung jawab perusahaan inti untuk terus mendampingi mereka. Jika pun kemudian nanti petani plasma yang sudah tidak terikat lagi, menginginkan bermitra dengan perusahaan, tentu dengan kontrak kerjasama atau kontrak produksi baru.

Memang ada persoalan ditingkat kebijakan, bahwa tidak ada menyebutkan tentang limit kontrak kemitraan, juga tidak merinci tentang posisi petani plasma yang sudah habis masa kontrak kreditnya. Pada sisi ini kemudian petani plasma berdiri pada posisi yang sengaja di”lemahkan”, karena terus terikat pada kontrak kemitraan yang tidak adil (pasca kontrak kemitraan berakhir, petani plasma terus diwajibkan untuk menjual produk mereka kepada perusahaan inti dengan harga yang relatif tidak jauh berbeda dari harga yang ditetapkan ketika mereka masih berstatus petani plasma mitra, dan bahkan pada banyak kasus, petani plasma yang telah selesai kontrak kreditnya bahkan produknya lebih rendah dibanding dengan harga sebelum mereka selesai kontrak kredit. Perusahaan pada posisi yang terus menang, karena ketika kontrak kredit berakhir dengan petani mitra, mereka tidak lagi punya kewajiban untuk memberikan bantuan-bantuan teknis serta distribusi pupuk kepada petani ketika kontrak kredit telah berakhir), situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh pihak perusahaan perkebunan inti untuk terus mendapatkan keuntungan dari proses kemitraan yang tidak ”adil” tersebut.

Jika sertifikasi RSPO menjadi harapan bagi petani plasma yang masih terikat kontrak kredit dengan perusahaan inti untuk mendorong perbaikan-perbaikan skema kemitraan, juga menjadi harapan bagi petani mandiri untuk bisa bersaing dengan produk-produk bahan baku yang dihasilkan oleh perkebunan inti, tapi petani plasma yang sudah tidak lagi terikat kontrak kemitraan dengan perusahaan inti justru sertifikasi RSPO sebagai jalan untuk terus menjerat dan memaksa mereka dalam kontrak kemitraan yang tidak adil seumur hidup mereka.


[1] Petani plasma mandiri adalah pengertian di terjemahkan oleh Yayasan SETARA pada petani plasma yang sudah tidak lagi terikat dalam kontrak kredit kemitraan.

[2] Direktur Yayasan SETARA Jambi

KARET ALAM


Karet alam adalah jenis karet pertama yang dibuat sepatu. Sesudah penemuan proses vulkanisasi yang membuat karet menjadi tahan terhadap cuaca dan tidak larut dalam minyak, maka karet mulai digemari sebagai bahan dasar dalam pembuatan berbagai macam alat untuk keperluan dalam rumah ataupun pemakaian di luar rumah seperti sol sepatu dan bahkan sepatu yang semuanya terbuat dari bahan karet. Sebelum itu usaha-usaha menggunakan karet untuk sepatu selalu gagal karena karet manjadi kaku di musim hujan dan lengket serta berbau di musim panas seperti yang pernah dilakukan oleh Roxbury Indian Rubber Company pada tahun 1833 dengan cara melarutkan karet alam terpentin dan mencampurnya dengan hitam karbon untuk menghasilkan karet keras yang tahan air

Struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit isoprene (C5H8) yang berat molekul rata-ratanya tersebar antara 10.000 - 400.000.

Sifat-sifat mekanik yang baik dari karet alam menyebabkannya dapat digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti sol sepatu dan telapak ban kendaraan. Pada suhu kamar, karet tidak berbentuk Kristal padat dan juga tidak berbentuk cairan.

Perbedaan karet dengan benda-benda lain, tampak nyata pada sifat karet yang lembut, fleksibel dan elastis. Sifat-sifat ini memberi kesan bahwa karet alam adalah suatu bahan semi cairan alamiah atau suatu cairan dengan kekentalan yang sangat tinggi.Namun begitu, sifat-sifat mekaniknya menyerupai kulit binatang sehingga harus dimastikasi untuk memutus rantai molekulnya agar menjadi lebih pendek.

Proses mastikasi ini mengurangi keliatan atau viskositas karet alam sehingga akan memudahkan proses selanjutnya saat bahan-bahan lain ditambahkan.

Banyak sifat-sifat karet alam ini yang dapat memberikan keuntungan atau kemudahan dalam proses pengerjaan dan pemakaiannya, baik dalam bentuk karet atau kompon maupun dalam bentuk vulkanisat.

Dalam bentuk bahan mentah, karet alam sangat disukai karena mudah menggulung pada roll sewaktu diproses dengan open mill/penggiling terbuka dan dapat mudah bercampur dengan berbagai bahan-bahan yang diperlukan di dalam pembuatan kompon. Dalam bentuk kompon, karet alam sangat mudah dilengketkan satu sama lain sehingga sangat disukai dalam pembuatan barang-barang yang perlu dilapis-lapiskan sebelum vulkanisasi dilakukan.

Keunggulan daya lengket inilah yang menyebabkan karet alam sulit disaingi oleh karet sintetik dalam pembuatan karkas untuk ban radial ataupun dalam pembuatan sol karet yang sepatunya diproduksi dengan cara vulkanisasi langsung.

Vulkanisasi karet alam sangat baik dalam hal-hal berikut:
• Kepegasan pantul
Hal ini menyebabkan timbulnya kalor (heat build up) rendah, yang sangat diperlukan oleh barang jadi karet yang akan mengalami hentakan berulang-ulang.
Sifat inilah yang menyebabkan karet alam selalu dipakai dalam pembuatan ban truk dan kapal terbang yang sulit disaingi oleh karet sintetik.
• Tegangan putus
• Ketahanan sobek dan kikis
• Fleksibilitas pada suhu rendah
• Daya lengket ke fabric atau logam

Sol sepatu sangat memerlukan sifat-sifat tersebut di atas, karena itu karet alam adalah pilihan sangat tepat. Secara umum sol sepatu membutuhkan kekuatan, ketahanan kikis, dan ketahanan sobek yang tinggi. Vulkanisat karet alam kuat dan tahan lama bahkan dapat digunakan pada suhu -60°F. Karet alam bisa dibuat menjadi karet yang agak kaku tetapi masih mempunyai fleksibilitas dan ketahanan kikis, ketahanan retak lentur serta kekuatan tinggi. Hal ini menguntungkan dalam pembuatan sol sepatu karena sol sepatu bisa dibuat tipis (seperti sol luar sepatu olahraga), sambil tetap menjaga agar tidak merasakan batu sewaktu berjalan.

Untuk menurunkan ongkos produksi, selain karet alam, kompon sol berwarna hitam bisa ditambah dengan karet reclaim dan bekas vulkanisat yang tidak terpakai yang banyak terdapat di pabrik. Untuk kompon putih, yang dipakai haruslah karet reclaim putih dan bekas vulkanisat putih juga.

Kekakuan vulkanisat dapat ditingkatkan dengan penambahan resin dengan kadar styrene yang tinggi dan diperhitungkan sebagai jumlah karet. Perlu diingat utnuk keperluan eksport hendaklah kompon yang baik, yaitu yang mengandung bahan-bahan yang baik pula yang dipakai.
Walapupun kalor yang timbul dari karet alam lebih rendah dari karet sintetik seperti SBR, tetapi karet alam agak kurang tahan terhadap panas dibanding SBR. Karet alam tidak tahan ozon dan cahaya matahari. Ketahanan terhadap minyak dan pelarut hydrocarbon sangat buruk.

Kandungan Alami Karet Mentah
Karet alam mengandung beberapa bahan antara lain: karet hidrokarbon, protein, lipid netral, lipid polar, karbohidrat, garam anorganik, dll.

Protein dalam karet alam dapat mempercepat vulkanisasi atau menarik air dalam vulkanisat. Beberapa lipid ada yang merupakan bahan pencepat atau antioksidan. Protein juga dapat meningkatkan heat build up tetapi dapat juga meningkatkan ketahanan sobek.

Karet alam lama kelamaan dapat meningkat viskositasnya atau menjadi keras. Ada jenis karet alam yang sudah ditambah bahan garam hidroksilamin sehingga tidak bisa mengeras dan disebut karet CV (contant viscosity). Karet alam bisa mengkristal pada suhu rendah (misalkan -26°C) dan bila ini terjadi, diperlukan pemanasan karet sebelum diolah pabrik barang jadi karet.

Sumber: http://industrikaret.wordpress.com/2008/05/12/hello-world/

PETANI KARET MINTA PPH 22 DIHAPUS

Stok bokar di pabrik pengolahan menumpuk

JAKARTA: Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Wilayah Sumatra Selatan meminta pemerintah [Dirjen Pajak] menghapus PPh Pasal 22 sebesar 0,5% terhadap karet produksi petani.
"Sejak 2002 hingga sekarang para petani yang menjual karet hasil perkebunannya dikenakan pungutan 0,5%. Pemotongannya langsung dilakukan para petugas di pabrik pembeli karet dari para petani," kata Ketua Apkarindo Wilayah Sumsel, Cokroaminoto kepada Bisnis, kemarin.
Harga karet mentah yang berlaku sekarang berkisar Rp3.000 hingga Rp3500. "Lalu setiap 1 kilogram dikenakan PPh sebesar 0,5% atau sekitar Rp100," katanya.
Keresahan para petani karet terhadap pengenaan pajak tersebut , kata Cokroaminoto, terasa memberatkan setelah krisis keuangan global dalam 6 bulan terakhir.
"Sebelumnya harga karet mentah para petani itu mencapai Rp9.000 per kg. Tapi sekarang hanya Rp3.000 hingga Rp3.500."
Di kawasan itu, nilai transaksi perdagangan karet yang dihasilkan 500.000 kepala keluarga (KK) mencapai 7.000 ton per hari."Hasil pemotongan pungutan yang notabene untuk membayar pajak penghasilan dari penjualan kotor karet mentah itu diperkirakan mencapai Rp300 juta hingga Rp500 juta per hari," katanya.

Lima negara importir terbesar karet Indonesia (ribuan ton)
Negara 2004 2005 2006 2007
AS 627,9 669,1 590,9 644,3
Jepang 225,2 260,6 357,5 397,8
China 197,5 249,8 337,2 341,8
Singapura 85,6 115,1 135,4 161,2
Korea 76,8 74,8 90,6 93,1
Sumber: Gapkindo
Konsumen karet petani di wilayah itu terdiri dari 21 perusahaan pengolahan karet. Ke-21 perusahaan itu melalui petugasnya langsung menarik Pph dari hasil penjualan kotor petani.
Kondisi ini semakin diperburuk lagi dengan sikap Pemprov Sumsel yang belum memberikan perhatian serius untuk mendukung sektor perkebunan karet.
"Harusnya pemerintah masih bisa meningkatkan pengadaan benih dan pupuk. Namun, pemerintah daerah belum memberikan dukungan maksimal," katanya.
Upaya Apkarindo tersebut memperoleh dukungan dari Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatra Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung, Anang Sangkut dan Gubernur Sumsel Alex Noerdin. Kedua pejabat itu telah melayangkan surat kepada Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan agar menunda sementara penarikan PPh 22 itu karena situasi krisis.
Cokroaminoto dan beberapa perwakilan petani telah berupaya menemui Dirjen Pajak dalam beberapa hari ini. "Tapi, Pak Dirjen melalui Kasubdit Pemotongan Pajak Dasto meminta agar para petani membuat surat resmi yang meminta penghapusan pajak tersebut," katanya.
Namun, hingga kini Dirjen Pajak belum mengeluarkan kebijakan penghapusan pajak itu sebagaimana diberikan kepada para petani kelapa sawit dan kopi di daerah Sumsel. "Kenapa petani kelapa sawit dan petani kopi bisa dibebaskan kewajiban PPh, tapi petani karet tidak?"
Penolakan pabrik
Dari Medan, Antara melaporkan, petani karet di Sumut menjerit karena sebagian besar pabrikan masih menolak membeli getah karet petani dengan dalih stok bahan olah karet (bokar) dan SIR 20 masih banyak akibat ekspor yang masih terganggu menyusul terjadinya krisis global sejak Oktober 2008.
"Dijual murah pun pabrikan menolak dengan alasan mau dikemanakan bokar petani, karena stok masih menumpuk. Petani benar-benar lagi sulit," kata K.Siregar, petani karet Labuhan Batu, Medan.
Di tengah semua harga kebutuhan naik, justru petani sulit menjual getah karet dan kalau pun terjual ke pedagang pengumpul, harganya murah sekali atau paling tinggi Rp3.000 per kg.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Eddy Iwansyah yang dikonfirmasi soal terhentinya pembelian dari pabrikan hingga awal pekan ini mengaku kaget dengan dalih pabrikan mulai menggiling.
Dia mengakui beberapa pekan lalu, sejumlah pabrikan menghentikan sementara pembelian bahan baku karena stok perusahaan menumpuk dengan adanya permintaan penundaan pengiriman dari pembeli luar negeri. (erwin. tambunan@bisnis.co.id)
Oleh Erwin Tambunan
Bisnis Indonesia
Sumber: Bisnis Indonesia 11/02/09

Perundingan Yang Alot

Monday, April 27, 2009


GAMBAR areal konsesi perkebunan kelapa sawit milik PT. SMART Tbk. Sampai dengan tahun 2006 tercatat menguasai 118 ribu hektar untuk kebun kelapa sawit.

-------

Akhirnya, Senin 20 April 2009 lalu terjadilah untuk yang pertama kalinya upaya mediasi multi-pihak itu. Melalui undangan kedua Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara [BPN SU] bernomor 570-500 tanggal 15 April 2009, terjadilah pertemuan yang bertujuan menangani masalah sengketa tanah Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya [KTPH-S] dan PT. SMART Tbk.

Namun pertemuan yang diadakan di aula Kanwil BPN SU deadlock dan tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan petani korban.

KTPHS sangat menyesalkannya. Demikian tutur Maulana Syafi’i, SHI selaku salah satu juru bicara KTPHS. Ia hadir bersama jajaran pengurus KTPHS lainnya, Hadi Sudaryanto dan Sumardi Syam. Dalam pertemuan tersebut tidak terdapat kesepahaman bersama tentang skema penyelesaian konflik.

Kembalikan Tanah Yang Dirampas

Pertemuan dipimpin oleh Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Perkara Pertanahan Kanwil BPN SU sebagai mediator bagi kedua pihak yang bersengketa. Ia didampingi Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Dan Konflik Pertanahan Kanwil BPN SU dan Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Pertanahan BPN Kab. Labuhanbatu

KTPHS mengawali dengan paparan tentang perampasan tanah garapan petani/masyarakat seluas + 3000 Ha pada tahun 1969-1970 tanpa ganti rugi. Tanah tersibut dikelola oleh 2040 KK. Kini, tanah garapan tersebut berstatus areal konsesi Hak Guna Usaha yang dikelola PT. SMART Coorporation. Di dalamnya masih banyak terdapat bukti-bukti fisik peninggalan masyarakat. Saat perampasan terjadi hingga sebelum reformasi 1998, masyarakat dilanda ketakutan untuk mengajukan tuntutan atas tindak ketidak-adilan tersebut. Oleh karena itu, KTPHS menuntut agar seluruh tanah yang dirampas agar dikembalikan.

Melalui desakan KTPHS beberapa tahun belakangan ini, Pemerintah Kab. Labuhan Batu telah membentuk tim penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan hal tersebut. Anggota tim tersebut meliputi BPN Kab. Labuhan Batu dan beberapa instansi yang terkait di dalamnya.

Akan tetapi, resume yang dikeluarkan oleh tim penyelesaian sengketa serta penelitian lapangan yang dilakukannya diselenggarakan tanpa keterlibatan KTPHS selaku. Dengan demikian, KTPHS menilai bahwa informasi dan rekomendasi tim kurang mendapatkan legitimasi dari pihak masyarakat korban konflik agrarian.

PT. SMART Menjawab

Pada tahun 1969-1970 perusahaan yang mengelola di atas tanah yang disengketakan KTPHS adalah PT. Sungkama Padang Halaban, bukan manajemen PT. Smart Coorporation. Barulah pada tahun 1983-1999 PT. Smart Coorporation melakukan pengelolaan manajemen pada kebun Padang Halaban. Melalui ketiga orang juru bicaranya, Hermansyah Usman, Prasetyohadi dan Mahidin Simbolon, PT. SMART mengakui bahwa sebelum tahun 1999 mereka tidak pernah mendengar tentang persoalan sengketa tanah.

Sejak tahun 1999 munculah tuntutan-tuntutan masyarakat. PT. SMART merasa telah menanggapinya dengan mengadakan pertemuan dan musyawarah untuk mencari solusi penyelesaiannya,baik di tingkat Kabupaten Labuhan Batu maupun di tingkat Provinsi Sumatera Utara.

Salah satu upaya PT. SMART adalah mendorong dibentuknya tim penyelesaian sengketa tanah Kabupaten Labuhanbatu dan pada tahun 2002. Kini, tim tersebut telah menyelesaikan tugasnya dengan mengeluarkan kesimpulan berupa resume.

Delegasi BPN Kab. Labuhan Batu yang hadir dalam pertemuan mediasi tersebut membenarkan pernytaan PT. SMART. Menurutnya, resume telah diputuskan berdasar pada data yang dimiliki.

Menanggapi keinginan KTPHS, PT. SMART tidak punya hak untuk melepaskan tanah seluas yang dituntut oleh masyarakat. Untuk itu PT. SMART memilih penyelesaian konflik agrarian tersebut dilakukan melalui jalur peradilan.

Setengah Feodal Sebagai Basis PT. SMART Tbk

Sistem setengah feodal muncul akibat dominasi imperialisme dalam masyarakat feodal lama. Imperialisme tidak menghancurkan masyarakat feodal lama menjadi sistem kapitalisme karena imperialisme hanya membutuhkan bahan mentah yang melimpah, tenaga produksi yang murah dan luasnya pasar bagi produk mereka.

Basis sosial ekonomi mencukupi kebutuhan sendiri dalam system feudal memang telah digantikan dengan ekonomi yang berbasis pada uang pada system setengah feodal. Produksi pertanian dan perkebunan di era setengah feudal di arahkan sebagai komoditas perdagangan untuk memenuhi permintaan pasar. Oleh karenanya diperlukan produksi pertanian/perkebunan skala besar untuk mencapai hasil ekonomis bagi pemenuhan kebutuhan pasar, khususnya permintaan di luar negeri.

Demikian juga dengan PT. SMART Tbk. Ia adalah salah satu perusahaan public terbesar di Negara ini yang berbasis pada produksi kelapa sawit yang meliputi pembenihan, perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, pabrikan penyulingan CPO, pabrikan margarine dan minyak goreng serta transportasi dan pendistribusian produk ke pasar luar negeri. Tak kurang, bursa efek di Jakarta dan Surabaya juga turut mencatatkan penjualan sahamnya kepada public.

Hingga tahun 2007, PT. SMART Tbk memiliki konsesi HGU untuk perkebunan seluas 118.000 ha di Sumatera dan Kalimantan. Sekitar 78% diantaranya telah beroperasi. Perusahaan ini juga mengoperasikan Sembilan pabrik kelapa sawit untuk memproses CPO dengan kapasitas produksi 485 ton per jam dan 2 pabrik pemroses Kernel Crushing dengan kapasitas 730 tons per hari. Selain itu, ia juga memiliki dua buah pabrik minyak goreng dan margarine.

Merk dagang terkenal minyak goreng produksi PT. SMART adalah Filma dan Kunci Mas dua merek minyak goreng terkemuka di Indonesia. Untuk produk margarin, PT. SMART memproduksi Palmboom® dan juga Filma® sebagai merek baru yang diluncurkan pada pertengahan
tahun 2005. Selain itu, perusahaan yang didirikan sejak tahun 1962 ini juga memproduksi produk-produk lainnya dengan merk terkemuka di luar Indonesia, seperti Golden Fiesta di Filipina.

Serikat Tani Nasional menilai bahwa berkembangnya PT. SMART tak bisa dilepaskan dari praktek monopoli atas tanah, suatu ciri penting system setengah feudal. Karena perusahaan ini membutuhkan tanah yang sangat luas untuk memperbesar produksi tandan buah segar kelapa sawit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa memperluasan wilayah kelola perkebunan-perkebunan kelapa sawit adalah kunci utama kemajuan perusahaan tersebut. Ratusan ribu hektar tanah harus dikuasai untuk mendapatkan hasil tandan buah segar yang menguntungkan.

Hal inilah yang rentan menimbulkan konflik social dengan petani/masyarakat. Kejadian yang dialami KTPHS memperkuat analisis bahwa perampasan tanah adalah tindakan salah satu upaya kalangan perusahaan perkebunan untuk memperluas kekuasaan feudal dan mempertinggi keuntungannya. Sudah barang tentu, Negara melalui Badan Pertanahan Nasional turut bertanggung jawab atas mudahnya mengeluarkan izin konsesi HGU.

Tentu tidaklah mungkin PT. SMART Tbk melepaskan 3000 ha dengan sukarela kepada KTPHS.

Risalah Perjuangan KTPHS vs PT. SMART Tbk di Kab. Labuhan Batu, Sumut


Risalah Perjuangan Masyarakat Untuk Mengembalikan Hak Atas Tanah Yang Dirampas Perkebunan Kelapa Sawit PT. SMART Tbk Kebun Padang Halaban/Sinar Mas Group di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara

Koflik agraria di Indonesia adalah buah dari praktek monopoli tanah oleh kalangan tuan tanah tipe baru. Tuan tanah tipe ini adalah mereka yang menguasai tanah amat luas serta melakukan praktek riba dengan mendirikan usaha perbankan besar hingga memiliki perusahan ekspor/impor yang berhubungan langsung dengan perdagangan internasional.

Salah satunya adalah usaha perkebunan skala besar yang dilakukan oleh PT. SMART [Sinar Mas Agro-Resources&Technology] Tbk lewat penguasaan tanah sejumlah 1,3 juta ha. Perusahaan ini memiliki kaitan yang erat dengan Sinar Mas Grup yang dimiliki keluarga Eka Tjipta Wijaya, salah satu raksasa bisnis di Indonesia.

Di kebun Padang Halaban, PT. SMART Tbk memulai usahanya dengan nama PT Maskapai Perkebunan Sumcama Padang Halaban di tahun 1962. Pada tahun 1969/1970, perusahaan tersebut memperlulas areal penguasaan tanahnya dengan.merampas tanah masyarakat di enam lokasi perkampungan yang dibangun sejak tahun 1945, Masing-masing lokasi tersebut adalah perkampungan Sukadame Panigoran, perkampungan Sidomulyo, perkampungan Karang Anyar, perkampungan Purworejo Aek Ledong, perkampungan Sidodadi Aek Korsik dan perkampungan Kartosenton Brussel, Masing-masing tanah di enam lokasi perkampungan tersebut telah diberikan Kartu Tanda Pendaftaran Tanah (KTPPT) yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 oleh pemerintah pada masa itu.

Masyarakat dari enam perkampungan tersebut dipaksa pergi dengan intimidasi dan janji tanah pengganti. Mereka dituduh sebagai anggota partai komunis dan menghambat pembangunan apabila menolak pindah.

Berbagai upaya perjuangan untuk mengembalikan tanah tersebut telah dilakukan. Melalui wadah Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya [KTPHS] yang didirikan sejak 1998, para korban perampasan tanah telah menempuh jalan perundingan dan aksi demonstrasi kepada beberapa lembaga pemerintahan terkait.

Hingga pada hari Selasa, 21 Oktober 2008 Tim Sengketa Tanah (TST) Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu dan BPN Labuhanbatu telah melakukan peninjauan lokasi. Dengan berbekal GPS, tim yang dpimpin oleh Kasie Agraria Rudi Zulkarnain dan Kasie Sengketa Tanah BPN Labuhan Batu Sujono menemukan sejumlah fakta-fakta adanya pemakaman umum di bekas perkampungan yang kini terdapat di dalam areal HGU PT. SMART Tbk.

Dalam sebuah kesempatan perundingan di Kantor Bupati Labuhan Batu, Sujono menyatakan, bahwa terdapat empat buah Hak Guna Usaha [HGU] di atas areal perkebunan PT. SMART Tbk Kebun Padang Halaban. Tiga diantaranya masih aktif, sementara satu hak atas tanah yang tercatat sebagai HGU PT. Syerikat Putra seluas 372 Ha telah berakhir sejak tahun 1987.

Kuatnya bukit-bukti milik masyarakat tak jua memenangkan tuntutan perjuangan KTPHS. Hal ini menunjukkan bahwa usaha masyarakat untuk mendapatkan hak atas tanah bagi penghidupannya sebagaimana tertuang dalam UUPA No.5 tahun 1960 maupun peraturan penjabarannya yang lain selalu terhenti.

Dikalahkannya kepentingan masyarakat terhadap hak atas tanah sangat terkait dengan orientasi sistem politik dan sistem ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintahan saat ini. Konsep pembangunan yang sepenuhnya tunduk dan menyerap berbagai konsepsi pembangunan sistem globalisasi-neoliberal (imperialisme dunia) dengan tetap memelihara sistem sisa-sisa feodalisme untuk menopang eksploitasi sumber-sumber agraria demi akumulasi super profit.

Dengan demikian, sengketa agraria yang timbul tidak pernah menemukn jalan keluar penyelesaiannya. Sementara bingkai perundangan UUPA No.5 tahun 1960 yang masih berlaku tidak lagi ditempatkan sebagai rujukan utama dalam penyelesaian sengketa yang ada. Bahkan, UU Pengadilan land reform dan lembaga pengadilan land reform yang sebelumnya merupakan lembaga yang dapat menjamin penyelesaian secara tuntas atas perkara-perkara yang ada telah dicabut dan dibubarkan. Kini tiada ada lagi lembaga yang dapat dijadikan tempat rujukan dalam penyelesaian secara adil serta berpihak pada kepentingan kaum tani.

Oleh karenanya, sungguh penting untuk mendesakkan kepada pemerintahan RI untuk

Pertama menyelesaikan berbagai konflik dan sengketa agraria, ,termasuk perampasan tanah yang menimpa KTPHS, dengan mengembalikan seluruh lahan sengketa kepada kaum tani dan melegalisasi hak kaum tani atas tanah.

Kedua, melaksanakan UUPA 1960 secara konsekuen dengan merombak struktur kepemilikan sumber-sumber agraria yang timpang serta menghapuskan segala bentuk kepemilikan sumber-sumber agraria yang bersifat monopoli. Selain itu, menciptakan harmonisasi kebijakan di sektor agraria dengan berpijak kepada nafas UUPA 1960 sebagai payung hukum.

Perusahaan Sawit di Kalimantan Tengah


1. PT. Sungai Rangit (Sampoerna Agro)
2. PT. Sumber Mahardhika Graha (Union Sampoerna Triputra Persada)
3. PT. Bumitama Gunajaya Abadi

Sejarah Kelapa Sawit


Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis yang dikenal sebagai penghasil minyak sayur ini berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat dimana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara dan Pasifik selatan.

Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911.

Pulau Sumatra terutama Sumatera Utara, Lampung dan Aceh merupakan pusat penanaman kelapa sawit yang pertama kali terbentuk di Indonesia, namun demikian sentra penanaman ini berkembang ke Jawa Barat (Garut selatan, Banten Selatan), Kalimantan Barat dan Timur, Riau, Jambi, Irian Jaya. Pada tahun 1995 luas perkebunan kelapa sawit adalah 2,025 juta, dan diperkirakan pada tahun 2005 luas perkebunan menjadi 2,7 juta hektar dengan produksi minyak sebesar 9.9 ton/tahun.

Tanaman Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili Palmae dan subkelas Monocotyledoneae. Spesies lain dari genus Elaeis adalah E. melanococca yang dikenal sebagai kelapa sawit Amerika Latin. Beberapa varietas unggul yang ditanam adalah : Dura, Pisifera dan Tenera.

A. VARIETAS

Varietas yang banyak diusahakan umumnya merupakan varietas jenis Tenera (persilangan varietas jenis Dura dan Pisifera). Varietas ini mewarisi sifat-sifat unggul seperti inti kecil, cangkang tipis, daging buah tebal (60–90 % dari buah) serta kandungan minyak yang tinggi. Beberapa contoh varietas unggul kelapa sawit, yaitu:

1. Deli Dura x Pisifera Dolok Sinumbah
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 12 tandan/tahun
c. Berat tandan 17 kg
d. Kandungan minyak 6,8 ton/ha/tahun

2. Deli Dura x Pisifera Bah Jambi
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 13 tandan/tahun
c. Berat tandan 16 kg
d. Kandungan minyak 6,9 ton/ha/tahun

3. Deli Dura x Pisifera Marihat
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 12 tandan/tahun
c. Berat tandan 17 kg
d. Kandungan minyak 6,7 ton/ha/tahun.

4. Deli Dura x Pisifera lame
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 14 tandan/tahun
c. Berat tandan 16 kg
d. Kandungan minyak 7,0 ton/ha/tahun
5. Deli Dura x Pisifera Yangambi
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 13 tandan/tahun
c. Berat tandan 16 kg
d. Kandungan minyak 6,9 ton/ha/tahun

6. Deli Dura x Pisifera AVROS
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 12 tandan/tahun
c. Berat tandan 16 kg
d. Kandungan minyak 7,0 ton/ha/tahun.

B. BOTANI

Morfologi kelapa sawit adalah sebagai berikut:

1. Akar
Tanaman kelapa sawit memiliki jenis akar serabut. Akar utama akan membentuk akar sekunder, tertier dan kuartener.

2. Batang
Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20–75 cm. Tinggi batang bertambah sekitar 45 cm per tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai pertambahan tinggi dapat mencapai 100 cm per tahun.



3. Daun
Susunan daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk. Susunan ini menyerupai susunan daun pada tanaman kelapa. Panjang pelepah daun sekitar 7,5–9 m. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar antara 250–400 helai. Produksi pelepah daun selama satu tahun mencapai 20–30 pelepah.

4. Bunga
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina. Umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang.

5. Buah
Buah terkumpul di dalam tandan. Dalam satu tandan terdapat sekitar 1.600 buah. Tanaman normal akan menghasilkan 20–22 tandan per tahun. Jumlah tandan buah pada tanaman tua sekitar 12–14 tandan per tahun. Berat setiap tandan sekitar 25–35 kg.

Secara anatomi buah kelapa sawit tersusun dari:

a. Pericarp atau daging buah. Pericarp terdiri dari:
• Mesokarp, yaitu kulit luar buah yang keras dan licin.
• Mesokarp, yaitu bagian daging buah yang berserabut. Mesokarp merupakan bagian yang mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi.

b. Biji yang tersusun dari :
• Endokarp (tempurung) yang merupakan lapisan keras dan berwarna hitam.
• Endosperm (kernel) yang berwarna putih. Kernel akan menghasilkan minyak inti atau palm kernel oil.

Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat


1. LYMAN AGRO GROUP
1.1. PT. Sinar Dinamika Kapuas (SDK) 1
1.2. PT. Sinar Dinamika Kapuas (SDK) 2
1.3. PT. Sinar Dinamika Kapuas (SDK) 3
1.4. PT. Kalimantan Sanggar Pusaka (KSP)
1.5. PT. Kalimantan Bina Permai (KBP)
1.6. PT. Bonti Permai Jayaraya Selatan (BPJS)
1.7. PT. Bonti Permai Jayaraya Utara (BPJU)

2. GOLDEN HOPE PLANTATION
3. PT. POLYPLANT
4. PT. WILLMAR GROUP
5. PT. Mitra Austral Sejahtera