Jumat, 15 Mei 2009

Ketika Sertifikasi RSPO untuk petani kecil menjerat petani plasma mandiri[1] dalam kontrak kemitraan seumur hidup.

Ditulis oleh : Rukaiyah Rofiq[2]

Ketika RSPO menjadi satu harapan

Forum RSPO dengan mulus mampu melahirkan standar-standar yang harus dipatuhi oleh anggotanya, tapi tidak semulus implementasinya dilapangan. Konflik sosial dan persoalan lingkungan sedikit banyak telah mengganggu proses implementasi standar-standar tersebut. Sehingga kemudian banyak pihak terutama organisasi masyarakat sipil memakai instrumen ini agar pihak perusahaan yang masuk dalam anggota forum RSPO bisa segera melakukan negoisasi-negoisasi yang adil dan transparan dengan mengedepankan prinsip Free Prior and Imformed Consent/FPIC dengan masyarakat yang selama ini terkena dampak lansung dan tidak lansung oleh aktifitas perkebunan dan industri kelapa sawit. Dibeberapa daerah kemudian terlihat sedikit efektif, indikator yang dilihat adalah, jika selama ini tidak terjadi negoisasi yang baik antara pihak perusahaan dengan masyarakat, tapi dengan desakan pasar akan minyak sawit yang dihasilkan dari praktek-praktek terbaik, negoisasi kemudian terbuka lebar walau belum bisa dinyatakan berhasil menjawab persoalan hilangnya hak adat dan hak ulayat masyarakat.

Jika satu sisi, RSPO menjadi harapan bagi petani dan masyarakat lokal untuk mendorong praktek terbaik dalam menghasilkan minyak sawit, sisi lain RSPO juga membuka harapan baru bagi petani kelapa sawit yang mengolah kebunnya secara mandiri, dimana ruangnya adalah petani bisa kemudian menggunakan P&C sebagai jalan untuk memperbaiki produktifitas kebunnya agar hasilnya bisa menyamai produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Ada masalah terkait dengan produktifitas, memang P&C RSPO untuk petani mandiri tidak menjangkau hal-hal yang dialami petani kelapa sawit saat ini, dimana harga pupuk (input) untuk kebun petani tidak bisa didapat dengan harga yang terjangkau dan bahkan dalam banyak tempat tak jarang petani kelapa sawit tidak memupuk kebunnya karena pupuk langka dipasaran. Tapi sertifikasi RSPO dalam konteks lebih luas, memberikan ruang bagi petani kelapa sawit mandiri untuk memperbaiki posisi tawar mereka melalui pencatatan dan pendokumentasian yang baik melalui sistem sertifikasi RSPO. Karena secara sederhana, P&C RSPO untuk petani kelapa sawit mandiri bisa diartikan sebagai proses pencatatan dan pendokumentasian secara menyeluruh atas kebun petani mandiri.

Harapan juga bagi petani plasma yang masih dalam kontrak kredit dengan perusahaan inti, dimana P&C RSPO mensyaratkan agar pihak inti lebih memperhatikan plasma. Artinya jika selama ini antara kewajiban inti sebagai pengayom petani plasma dan hak petani plasma selalu diabaikan apalagi dalam hal pemberian harga yang layak bagi petani atas produk mereka. Juga kewajiba-kewajiban inti untuk terus melakukan asistensi dan pemberdayaan atas petani plasma selama dalam proses kontrak kredit juga tidak sepenuhnya dilaksanakan. P&C RSPO untuk petani plasma justru diharapkan bisa membuka ruang me-resolusi persoalan kemitraan yang tidak adil yang selama ini terjadi.

Tapi apakah sertifikasi RSPO juga menjadi hararapan bagi petani plasma mandiri yang sudah tidak lagi terikat kontrak kredit dengan pihak perusahaan?

Sertifikasi RSPO bagi petani plasma mandiri; harapan yang mengancam

Dalam Prinsip dan Kriteria RSPO untuk petani kelapa sawit, petani plasma hanya satu katagori saja, dimana petani plasma yang masih punya kontrak kredit dengan perusahaan inti disamakan statusnya dengan petani plasma yang sudah habis masa kontrak kreditnya (petani plasma mandiri). Menurut kami (yayasan SETARA) bahwa harus ada perbedaan bagi petani plasma yang masih dalam kontrak kemitraan dengan petani plasma yang sudah tidak lagi terikat dalam kontrak kemitraan. Petani yang sudah tidak lagi terikat dalam kontrak kemitraan hendaknya masuk dalam kategori petani plasma mandiri, karena pasca kredit selesai petani tersebut tidak lagi punya hak untuk meminta tanggung jawab perusahaan inti untuk terus mendampingi mereka. Jika pun kemudian nanti petani plasma yang sudah tidak terikat lagi, menginginkan bermitra dengan perusahaan, tentu dengan kontrak kerjasama atau kontrak produksi baru.

Memang ada persoalan ditingkat kebijakan, bahwa tidak ada menyebutkan tentang limit kontrak kemitraan, juga tidak merinci tentang posisi petani plasma yang sudah habis masa kontrak kreditnya. Pada sisi ini kemudian petani plasma berdiri pada posisi yang sengaja di”lemahkan”, karena terus terikat pada kontrak kemitraan yang tidak adil (pasca kontrak kemitraan berakhir, petani plasma terus diwajibkan untuk menjual produk mereka kepada perusahaan inti dengan harga yang relatif tidak jauh berbeda dari harga yang ditetapkan ketika mereka masih berstatus petani plasma mitra, dan bahkan pada banyak kasus, petani plasma yang telah selesai kontrak kreditnya bahkan produknya lebih rendah dibanding dengan harga sebelum mereka selesai kontrak kredit. Perusahaan pada posisi yang terus menang, karena ketika kontrak kredit berakhir dengan petani mitra, mereka tidak lagi punya kewajiban untuk memberikan bantuan-bantuan teknis serta distribusi pupuk kepada petani ketika kontrak kredit telah berakhir), situasi ini kemudian dimanfaatkan oleh pihak perusahaan perkebunan inti untuk terus mendapatkan keuntungan dari proses kemitraan yang tidak ”adil” tersebut.

Jika sertifikasi RSPO menjadi harapan bagi petani plasma yang masih terikat kontrak kredit dengan perusahaan inti untuk mendorong perbaikan-perbaikan skema kemitraan, juga menjadi harapan bagi petani mandiri untuk bisa bersaing dengan produk-produk bahan baku yang dihasilkan oleh perkebunan inti, tapi petani plasma yang sudah tidak lagi terikat kontrak kemitraan dengan perusahaan inti justru sertifikasi RSPO sebagai jalan untuk terus menjerat dan memaksa mereka dalam kontrak kemitraan yang tidak adil seumur hidup mereka.


[1] Petani plasma mandiri adalah pengertian di terjemahkan oleh Yayasan SETARA pada petani plasma yang sudah tidak lagi terikat dalam kontrak kredit kemitraan.

[2] Direktur Yayasan SETARA Jambi

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus

koment hendaknya di tujukan untuk membangun blog ini agar lebih baik lagi...